Selasa, 24 November 2015

Debat Publik Paslon Bupati/Wakil Bupati

sukogelap kemiri
Pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Puworejo kembali saling menunjukkan kemampuannya, dalam debat publik putaran  terakhir, di Gedung Wanita A Yani. Masing-masing pasangan calon yang diberi waktu menjawab selama tiga menit, saling membagi waktu menjawab dengan saling melengkapi. Debat publik dibuka Ketua KPU Kabupaten Purworejo Drs Dulrokhim, dan dihadiri KPU Jateng, Ketua DPRD, Sekda, Asisten, beberapa camat, tim sukses masing-masing paslon, serta ratusan orang baik di dalam gedung dan di luar gedung. Debat publik tersebut dipandu Andreas Pandiangan MSi selaku moderator.

Dalam sambutannya Dulrokhim mengatakan, debat publik ini merupakan proses pendewasaan politik masyarakat melalui tukar pikiran yang memiliki makna politis. Artinya sebagai wahana pendidikan politik masyarakat yang mengajarkan dan membentuk sikap serta perilaku politik masyarakat semakin rasional, mau menerima perbedaan, dan berpartispasi atas dasar kesadaran bersama untuk membangun bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi atau golongan.

Juga memiliki makna sosiologis, artinya mampu mewujudkan kehidupan masyarakat yang semakin sadar akan hak dan kewajibannya, memiliki tanggungjawab moral, tertib social serta membentuk perilaku politik yang santun, kooperatif, saling menghormati dan tidak anarkis. “Diharapkan dengan debat publik, masyarakat memiliki gambaran yang komprehensif terhadap visi misi dan program kerja pasangan calon, sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan pilihannya,” katanya.

Pasangan Hj Nurul Triwahyuningsih SE dan H Budi Sunaryo AMd, dalam menyikapi kurangnya listrik di pelosok, berjanji memenuhi kebutuhan listrik dengan pemberdayaan tenaga angin, juga akan bekerjasama dengan PLN. Terkait banyaknya pasar modern, menurutnya tetap diperlukan pasar modern namun juga harus diimbangi dengan meningkatkan pasar tradisional untuk mendongkrak perekonomian masyarakat di pedesaan. Termasuk akan membuka mall di Purworejo untuk antisipasi masyarakat agar tidak belanja diluar Purworejo dengan maksud perputaran uang dan pajak tetap di Purworejo.

Dalam memberikan teladan kepada masyarakat, pasangan ini akan melakukan melalui tata krama, etika, dan saling menghargai  berahklaq baik, juga tidak akan mengecewakan masyarakat. Dalam program strategisnya, akan mensinergikan dengan pemerintah pusat dan provinsi dengan melakukan koordinasi. “Karena kita satu kesatuan, sehingga dengan koordinasi yang baik akan mendapat dana besar untuk pembangunan Kabupaten Purworejo lebih maju dan sejahtera,” paparnya.

Sementara pasangan Ir H Hamdan Azhari dan Suhar antara lain akan memberdayakan bendungan Bener untuk menghasilkan listrik agar kebutuhan listrik masyarakat dapat terpenuhi bahkan mampu untuk menyuplai kebutuhan listrik kabupaten sekitar, sehingga dapat meningkatkan kemajuan Purworejo. Sedangkan keberadaan pasar modern, akan ditertibkan dan akan diminta untuk menampung produk lokal. Juga memberdayakan pasar-pasar tradisional untuk membentuk koperasi sehingga kesejahteraan masyarakat lebih meningkat dengan sekaligus memasarkan produk lokal.

Terkait teladan kepada masyarakat, menurutnya akan melayani masyarakat 24 jam dalam bentuk apapun, juga menjaga ahklak yang baik dan (tidak jarkoni mung iso ujar raiso nglakoni), namun lebih pada tindakan nyata untuk mewujudkan Purworejo lebih maju dan sejahtera. Untuk program strategis yang ditawarkan, yakni pro kemiskinan dan pro pengangguran, yang akan diupayakan percepatan pengentasan kemiskinan dan pengangguran. Juga akan selalu menerima masukan dan usulan dari wakil bupati sebagai bentuk kerjasama yang sinergis.

Sedangkan Pasangan H Agus Bastian SE MM dan Hj Yuli Hastuti SH, akan mengutamakan kebutuhan listrik dengan pemberdayaan tenaga matahari. “Sudah banyak penerangan jalan yang sudah menggunakan tenaga matahari, sehingga tidak mengandalkan keterbatasan PLN,” katanya.

Terkait keberadaan pasar modern, menurutnya dengan adanya MEA tidak bisa dicegah, namun lebih ke pemberdayaan pasar-pasar modern tradisional untuk dibangun di pelosok-pelosok, agar perekonomian tidak terpusat di kota. Sedangkan dalam memberikan teladan, akan dilakukan dengan cara kepemimpinan yang bersih berwibawa dengan pola kepemimpinan bapak anak seperti keluarga segala sesuatunya dengan rembugan, tetap menjaga kebersamaan dan tidak akan semena-mena kepada staf. Juga pemimpin yang menempatkan  sebagai garda terdepan dan tidak akan mengorbankan birokrasi dalam menghadapi resiko.

Sabtu, 31 Oktober 2015

Desa Sukogelap Krisis Air Bersih

endang wati sukogelap
Kekeringan akibat musim kemarau di Kabupaten Purworejo semakin memuncak. Terutama pada desa-desa yang selama ini tidak lagi memiliki sumber mata air seperti di wilayah Kecamatan Kemiri dan sekitarnya.

"Ada banyak desa yang kondisinya cukup memprihatinkan, karena sudah tidak ada sumber mata air sama sekali,” kata Camat Kemiri Kabupaten Purworejo Sumarjana SSos.

Sumarjana menjelaskan kekeringan yang teramat parah di wilayah Kemiri menurut Sumarjana, terdapat di Desa Sukogelap. "desa itu paling parah dalam menghadapi musim kemarau seperti ini," katanya.

Warga di desa itu katanya, untuk kebutuhan air hanya bisa mengandalkan bantuan, baik dari pemerintah maupun lembaga lain. Setiap minggu dipasuk dua kali, rata-rata setiap droping air tujuh tanki per desa. "Di wilayah pegunungan itu sumber mata air macet total. Sumur warga tidak ada airnya,” tandasnya.

Upaya yang dilakukan warga dan pemerintah untuk mendapatkan air dari sumber mata air, tidak banyak menghasilkan. Pernah diupayakan dengan sumur bor hingga kedalaman 100 meter, namun tetap tidak ada airnya. “Bantuan air bersih akan dilakukan sampai ketersediaan air cukup dari air hujan,” kata Sumarjana.

Pilkada

Kurang lebih satu bulan lagi tepatnya pada tanggal 9 Desember 2015 mendatang, sebagian besar masyarakat Indonesian akan  diperhadapkan dengan hajatan akbar pesta demokrasi atau lazim disebut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), yang rencananya akan digelar secara serentak.

Model pemilihan ini merupakan yang pertama kali di Indonesia, bahkan di dunia. Oleh karena itu, Indonesia harus dicatat dalam sejarah demokrasi dunia karena tercatat ada 269 daerah terdiri atas 9 provinsi dan, 36 Kota, 224 Kabupaten yang serentak memilih kepala daerahnya. Artinya, sekitar 53 persen dari total 537 jumlah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia akan melaksanakan Pilkada serentak gelombang pertama.

Digelarnya Pilkada secara serentak bertujuan untuk mengurangi anggaran. Inilah alasan utama dari Pilkada serentak. Tak heran, momentum yang terbilang urjen ini kian marak dibincangkan publik. Tak heran pula, pemandangan di setiap sudut dan tempat yang ramai dikunjungi masyarakat telah terpampang berbagai macam wajah-wajah para kandidat dilengkapi visi misi membangun, sebagai langkah menarik simpatisan masyarakat.

Selain itu, isu pilkada ini sangat hangat dan marak dibincangkan oleh publik ini, baik di kampus, tempat kerja, bahkan sampai di warung kopi. Tidak saja di Kalangan elite akan tetapi mahasiswa bahkan sampai pada tukang ojek pun antusias membicarakan soal pemilukada. Sampai-sampai ada yang saling klaim demi mempertahankan image simpatisannya.

Pada tahap ini, dapat dikatakan bahwa publik masih terperangkap pada skenario politik elite tanpa menganalisa lebih jauh, apakah Pilkada serentak berlangsung aman tanpa menimbulkan masalah? Sudahkah kita dengan baik menilai dan akan berlaku adil? Atau mungkin bisa dijamin kinerja pihak penyelenggara akan menjalankan tugasnya dengan baik?

Disini, penulis tidak bermaksud menggurui atau memprovokasi, namun berdasarkan analisa faktual dan kontekstual dan kemudian jika dikaitkan dengan sejarah perjalanan politik tanah air sampai saat ini, pertanyaan-pertanyaan di atas tidak ada salahnya dilontarkan.

Bisa diprediksi, Pilkada serentak sangat besar potensi terjadinya konflik antara masing-masing pendukung dan simpatisan. Bahkan, potensi konflik di Pilkada serentak ini diprediksi tiga kali lebih besar dari pemilihan presiden (Pilpres). Mengapa demikian? Ya, karena Pilkada serentak melibatkan elite, kelas menengah, hingga akar rumput. Pilkada sangat lokalistik. Semua lapisan akan menghadiri kegiatan apapun dalam rangka Pilkada.

Rawannya Pilkada serentak juga dipicu karena dibuat hanya satu putaran saja. Misalnya, selisih perolehan angka yang hanya berbeda tipis dikhawatirkan akan menimbulkan upaya persaingan yang tidak sehat. Inilah kemudian membuat KPU dan Pengawas harus siap dengan kekuatan yang lebih besar juga. Untuk mengidentifikasih hal ini, Bawaslu harus membuat Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) untuk mengidentifikasi sejumlah kerawanan dan potensi pelanggaran yang dapat berulang terjadi berdasarkan pengalaman dari  pelaksanaan pemilu presiden dan pemilu legislatif tahun 2014 dan Pilkada sebelumnya.

Untuk menghindar dari potensi konflik tersebut, maka ada beberapa hal pokok yang mestinya dipertegas, yakni profesionalitas penyelenggara, politik uang, akses pengawasan, dan partisipasi masyarakat serta kondisi keamanan. Inilah aspek yang dianggap paling rawan dan potensial memunculkan pelanggaran dalam Pilkada serentak pada 9 Desember 2015.

Hal mirip dikatakan oleh Pengamat Politik dari Universitas Mercu Buana, Heri Budianto, yang berharap agar semua pihak yang terlibat dalam proses penyelenggaraan Pilkada harus memikirkan kepentingan Bangsa dan Negara. Menurutnya, Pilkada jangan sampai merugikan masyarakat. "Penyelenggara Pilkada baik KPU dsan Bawaslu termasuk kepolisian dan jajarannya harus menunjukan integritas dan kapasitasnya agar  Pilkada bisa terlaksana dengan baik. Sementara Parpol dan calon kepala daerah jangan hanya memikirkan kepentingan sendiri dan dengan menjadikan Pilkada sebagai ajang memenuhi kepentingan pribadi atau partainya".

Di sisi lain, Pemerintah Pusat telah menyiapkan pengamanan Pilkada serentak. Hal ini dikatakan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Tedjo Edhy Purdijatno, usai menghadiri Rapat Koordinasi Persiapan Pilkada serentak 2015, di Jakarta.

Konflik Menguras Energi Bangsa

Saat ini, Indonesia memiliki 34 Provinsi dan 492 Kabupaten/Kota yang harus melaksanakan Pilkada untuk memilih kepala daerah masing-masing. Jika dihitung secara kasar dan tanpa Provinsi Yogyakarta yang tidak melaksanakan pemilihan gubernur, maka setiap lima tahun ada 525 pelaksanaan pilkada. Artinya, setiap empat hari digelar Pilkada di Tanah Air.

Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mencatat, biaya penyelenggaraan satu pilkada Kabupaten/Kota bisa mencapai  25 miliar. Sedangkan, biaya penyelenggaraan pilkada provinsi, bisa mencapai Rp.100 miliar. Jadi, untuk keseluruhan biaya pilkada yang dikeluarkan pemerintah, menurut Fitra, bisa mencapai Rp.17 triliun. Itu baru dari sisi biaya. Jumlah biaya pilkada yang banyak itu juga menimbulkan dampak sosial masyarakat di daerah. Menurut catatan Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri), sejak pilkada langsung digelar tahun 2005, hingga Agustus 2013, terdapat 75 orang meninggal dan 256 lainnya cidera. Infrastruktur dan sarana umum pun ikut rusak akibat amuk masa yang menolak hasil Pilkada.

Jika dipetakan, paling tidak ada lima faktor penyebab pilkada di Indonesia masih sarat masalah. Pertama, profesionalitas dan independensi penyelenggara Pilkada. Dalam setahun terakhir, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), telah menyidangkan 113 perkara pilkada. Dari jumlah itu, 97 perkara telah diputus dengan berbagai macam konsekuensi hukum, termasuk pemecatan 84 komisione KPU di daerah.

Kedua, sidang peradilan sengketa pilkada. Sengketa pilkada yang di bawah ke MK ternyata banyak menimbulkan ketidakpuasan. Waktu yang diberi UU untuk menyelesaikan sengketa pilkada terlalu sempit, hanya 14 hari. Padahal, pilkada tidak hanya dilaksanakan di Pulau Jawa, tapi juga di daerah yang jauh dari Ibu Kota. Perlu waktu untuk mengumpulkan bukti-bukti dan membawanya ke Jakarta.

Ketiga, fungsi panitia pengawas pemilu (Panwaslu) yang belum maksimal dalam dalam mengawasi pelaksanaan pilkada. kewenagan panwaslu masih lemah. Mereka tidak bisa menindaklanjuti laporan-laporan yang masuk dari pihak-pihak yang merugikan. Keempat, moralitas aparat penegak hukum. Praktik suap yang dilakukan  mantan ketua MK Akil Mochtar menunjukan moralitas penegak hukum dalam menangani sengketa pilkada masih buruk. Artinya, meski nantinya sengketa pilkada ditangani MK, tanpa ada perbaikan moral aparat, tentu peristiwa penangkapan Akil 'bisa' terus terjadi.

Kelima, kondisi kesejahteraan di daerah. Kesejahteran masyarakat di daerah yang masih di bawah rata-rata tentu mereka sangat mudah dimanfaatkan para politisi yang ikut pilkada hanya untuk merebut kekuasaan dan sekedar memiliki kepentingan ekonomi, bukan untuk menjadi pemimpin yang peduli terhadap kondisi masyarakat di daerah. Mereka akan mempengaruhi masyarakat dengan iming-iming uang. Kondisi seperti ini menyuburkan praktek politik uang dan membuat biaya pilkada semakin mahal.

Bayangkan jika lima faktor itu belum bisa diatasi dan sistem pilkada masih seperti saat ini, konsekuensinya energi bangsa kita habis hanya untuk menyelesaikan konflik yang terjadi, sebagai dampak pelaksanaan pilkada. Rakyat Indonesia pun akan terpecah-pecah hanya karena mendukung salah satu calon kepala daerah.

Dengan fakta-fakta semacam itu, wajar saja jika banyak kalangan yang mendesak agar pilkada di Indonesia perlu untuk dikaji ulang. Untuk mengurangi biaya pilkada yang tinggi dan bisa menimbulkan dampak sosial itu, pemerintah dan DPR patut mempertimbangkan pelaksanaan pilkada serentak. Pilkada serentak yang dimaksud adalah penyelenggara pilkada di satu provinsi hanya digelar sekali dalam lima tahun, yakni pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

Cara seperti ini dapat mengurangi logistik pilkada. KPU di daerah bisa menggunakan satu kertas suara saja yang memuat seluruh nama dan foto para kandidat kepala daerah. Pemerintah provinsi, Kabupaten dan Kota juga bisa patungan untuk membiayai pilkada.

Selasa, 19 Mei 2015

DAFTAR MASALAH DAN POTENSI DARI POTRET / SKETSA DESA SUKOGELAP

PEMERINTAH DESA SUKOGELAP
KECAMATAN KEMIRI
KABUPATEN PURWOREJO
(RPJMDesa)


DAFTAR MASALAH DAN POTENSI DARI POTRET / SKETSA DESA:

  1. Jalan menuju kemasjid becek, perlu dibangun cor blok demi kenyamanan jamaah.
  2. Gedung PAUD saat ini masih menumpang dengan balai desa perlu pngadaan gedung demi kenyaman dan keamanan kegiatan belajar dan mengajar.
  3. Kondisi kusen pintu dan jendela kantor desa sudah rapuh, sehingga membahayakan keamanan kantor, sehingga perlu penggantian.
  4. Atap dan langit-langit kantor desa kondisinya rapuh dan bocor, sehingga mengganggu aktifitas kerja dan perlu direhab.
  5. Kamar mandi/wc kantor desa saat ini belum ada sehingga perlu  pengadaan kamar mandi/wc kantor desa.
  6. Untuk memperlancar jalannya perekonomian warga desa perlu dibangun  talud jalan ke kebun.
  7. Jalan menuju ke kebun di RT 01 RW 02 kondisi becek sehingga mengahambat jalannya perekonomian.
  8. Untuk mengahadapi program desa binaan khususnya dibidang PKK perlu dibutuhkan adanya sarana kearsipan PKK sehingga sangat dibutuhkan pengadaan gedung.
  9. Dengan ditunjuknya desa Sukogelap sebagai Pilot Projek Kearsipan Desa perlukan ruang khusus kearsipan.
  10. Wc dan tempat berwudlu  saat ini kondisinya rusak dan sering mampet perlu perbaikan.
  11. Balai Desa sebagai sarana pertemuan dan musyawarah kondisinya sudah sangat memprihatinkan, perlu renovasi demi kenyamanan dan keselamatan.
  12. Jalan yang menuju ke kebun sebagai jalur sangat penting dan menjadi jalur ekonomi penduduk Sukogelap, perlu dibangun talud jalan kebun.
  13. Atap dan langit-langit masji kondisinya rapuh dan bocor, sehingga mengganggu peribadatan dan perlu direhab.
  14. Kondisi cor blok jalan setapak di RT 02 RW 02 sudah parah sehingga perlu perbaikan
  15. Kondisi cor blok jalan setapak di RT 01 RW 01 sudah parah sehingga perlu perbaikan
  16. Demi menunjang kelancaran perekonomian desa di wilayah RT 03 RW 01 perlu dibangun cor blok jalan setapak tepatnya di sebelah utara, sekarang kondisi masih tanah
  17. Demi menunjang kelancaran perekonomian desa di wilayah RT 03 RW 02 perlu dibangun cor blok jalan setapak tepatnya di sebelah utara, sekarang kondisi masih tanah
  18. Kondisi rabat beton lorong desa di RT 01 RW 02 sudah rusak parah sehingga perlu perbaikan
  19. Demi menunjang kelancaran perekonomian desa di wilayah RT 02 RW 01 perlu dibangun cor blok jalan setapak tepatnya di sebelah utara, sekarang kondisi masih tanah
  20. Lorong desa di RT 01 RW 02 kondisi masih tanah, perlu dibangun cor blok jalan setapak
  21. Rabat beton lorong utara di RT 03 RW 02 menuju rumah bapak Sutarjo  masih kurang, sehingga perlu penambahan / penyambungan rabat beton
  22. Poros jalan utama desa Sukogelap kondisi berbelok-belok dan ramai pengguna jalan mengakibatkan sering terjadi kecelakaan makanya sangat perlu dipasang rambu-rambu
  23. Sarana informasi dan kebutuhan masjid untuk penyampaian informasi melalui pengeras suara melalui pengeras masjid perlu dibangun menafvcux.   Mc,r a1q2a pengeras mesjid (tower)
  24. Dari sebagian warga ada yang belum memiliki jamban keluarga, perlu adanya bantuan pembangunan jamban keluarga di seluruh wilayah RT
  25. Demi menunjang kelancaran perekonomian desa di wilayah RT 02 RW 02 perlu dibangun rabat beton jalan sekarang kondisi masih tanah

Rabu, 14 Januari 2015

Dokumentasi Pengembangan Aplikasi SIAK

agus susanto satrawan
Dokumentasi Pengembangan Aplikasi SIAK

Dokumentasi hasil pengembangan aplikasi SIAK dalam bentuk laporan dan source code. 

Peraturan & Kebijakan Lain


SOP (PETUNJUK PENGGUNAAN) PRINTER FARGO HDP 5000 KTP-EL BAGAN ALIR SOP KTP-el
  •     Instalasi Aplikasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan
  •     Konsolidasi Database Di Pusat
  •     Pemberian Hak Akses Database
  •     Pemberian Hak Akses Aplikasi SIAK

Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006

agus susanto satrawan
sukogelap
Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang telah disahkan oleh DPR RI pada tanggall 26 November 2013 merupakan perubahan yang mendasar dibidang administrasi kependudukan. Tujuan utama dari perubahan UU dimaksud adalah untuk meningkatkan efektivitas pelayanan administrasi kependudukan kepada masyarakat, menjamin akurasi data kependudukan dan  ketunggalan Nomor Induk Kependudukan (NIK) serta ketunggalan dokumen kependudukan.

Perubahan Substansi Yang Mendasar Dalam Perubahan UU NO. 23 TAHUN 2006

 1.  Masa Berlaku KTP Elektronik (KTP-el)

a.  Masa berlaku KTP-el yang semula 5 (lima) tahun diubah menjadi berlaku seumur hidup sepanjang tidak ada perubahan elemen data dalam KTP (pasal 64 ayat 7 huruf a UU No. 24 Tahun 2013).

b. KTP-el yang sudah diterbitkan sebelum berlakunya Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 ini, ditetapkan berlaku seumur hidup (pasal 101 point c UU No. 24 Tahun 2013).

2.   Penggunaan Data Kependudukan Kementerian Dalam Negeri

Data Kependudukan Kementerian Dalam Negeri yang bersumber dari data kependudukan kabupaten/kota, merupakan satu-satunya data kependudukan yang digunakan untuk semua keperluan: alokasi anggaran (termasuk untuk perhitungan DAU), pelayanan publik, perencanaan pembangunan, pembangunan demokrasi, penegakan hukum, dan pencegahan kriminal (pasal 58 UU No. 24 Tahun 2013).

3.   Pencetakan Dokumen/Personalisasi KTP-el

Pencetakan dokumen/personalisasi KTP-el yang selama ini dilaksanakan terpusat di Jakarta akan diserahkan kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota pada Tahun 2014 (pasal 8 ayat 1 huruf c UU No. 24 Tahun 2013).

4.  Penerbitan Akta Kelahiran yang Pelaporannya melebihi Batas Waktu 1 (satu) Tahun

    Semula penerbitan tersebut memerlukan penetapan Pengadilan Negeri, diubah cukup dengan Keputusan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota. Hal ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 30 April 2013.

5.   Penerbitan Akta Pencatatan Sipil

Semula dilaksanakan di tempat terjadinya Peristiwa Penting, diubah menjadi penerbitannya di tempat domisili penduduk.

6.   Pengakuan dan Pengesahan Anak

Dibatasi hanya untuk anak yang dilahirkan dari perkawinan yang telah sah menurut hukum agama tetapi belum sah menurut hukum negara (pasal 49 ayat 2). Pengesahan anak yang selama ini hanya dengan catatan pinggir diubah menjadi Akta Pengesahan Anak (pasal 49 ayat 3 UU No. 24 Tahun 2013).

7.  Pengurusan dan Penerbitan Dokumen Kependudukan Tidak Dipungut Biaya (Gratis)

     Larangan untuk tidak dipungut biaya semula hanya untuk penerbitan KTP-el, diubah menjadi untuk semua dokumen kependudukan seperti KK, KTP-el, Akta Kelahiran, Akta Perkawinan, Akta Kematian, Akta Perceraian, Akta Pengakuan Anak, dan lain-lain (pasal 79A UU No. 24 Tahun 2013)

            8.  Pencatatan Kematian

    Pelaporan pencatatan kematian yang semula menjadi kewajiban penduduk, diubah menjadi kewajiban RT atau nama lain untuk melaporkan setiap kematian warganya kepada Instansi Pelaksana (pasal 44 ayat 1 UU No. 24 Tahun 2013). Pelaporan tersebut dilakukan secara berjenjang melalui RW atau nama lain, Desa/Kelurahan dan Kecamatan. Dengan kebijakan ini diharapkan cakupan pencatatan kematian akan meningkat secara signifikan.

9.   Stelsel Aktif      

     Semula stelsel aktif diwajibkan kepada penduduk, diubah menjadi stelsel aktif diwajibkan kepada pemerintah melalui petugas.

10.  Petugas Registrasi

a.  Petugas Registrasi membantu Kepala Desa atau Lurah dan Instansi Pelaksana dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (pasal 12 ayat 1 UU No. 24 Tahun 2013).

b.  Petugas Registrasi diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota, dan

c.  Petugas Registrasi harus PNS, diubah diutamakan PNS (pasal 12 ayat 1 UU No. 24 Tahun 2013).

11.  Pengangkatan Pejabat Struktural pada Unit Kerja Administrasi Kependudukan

a.   Pejabat struktural pada unit kerja yang menangani administrasi kependudukan di Provinsi, diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri atas usulan Gubernur (pasal 83A ayat 1 UU No. 24 Tahun 2013).

b.   Pejabat struktural pada unit kerja yang menangani administrasi kependudukan di Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri atas usulan Bupati/Walikota melalui Gubernur (pasal 83A ayat 2 UU No. 24 Tahun 2013).

c.   Penilaian kinerja Pejabat Struktural tersebut dilakukan secara periodik oleh Menteri Dalam Negeri (pasal 83A ayat 2 UU No. 24 Tahun 2013).

12.  Pendanaan Program dan Kegiatan Adminduk dibebankan pada  APBN

Pendanaan untuk penyelenggaraan program dan kegiatan administrasi kependudukan, baik di provinsi maupun kabupaten/kota dianggarkan dalam APBN (pasal 87A UU No. 24 Tahun 2013) dan dimulai pada APBN-P Tahun Anggaran 2014 (pasal 87B UU No. 24 Tahun 2013), dengan demikian berarti sebelum tersedia APBN-P tahun 2014, pendanaannya masih tetap menggunakan APBD.

13.  Penambahan Sanksi

a. Setiap orang yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi dan/atau melakukan manipulasi data kependudukan dan/atau elemen data penduduk dipidana dengan pidana  penjara paling  lama  6  (enam)  tahun  dan/atau  denda  paling banyak   Rp. 75.000.000 (pasal 94 UU No. 24 Tahun 2013).

b. Setiap pejabat dan petugas pada Desa/Kelurahan, Kecamatan, UPTD, Instansi Pelaksana yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi pungutan biaya kepada penduduk dalam pengurusan dan penerbitan dokumen kependudukan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau  denda paling banyak Rp. 75.000.000 (pasal 95B UU No. 24 Tahun 2013).

c.  Setiap orang atau Badan Hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau mendistribusikan dokumen kependudukan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau  denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 (pasal 95B UU No. 24 Tahun 2013).

 Pemberlakuan Perubahan Undang-Undang Nomor  24 Tahun 2013

 1.  Perubahan Uundang-Undang ini berlaku sejak diundangkan.

 2.  Khusus yang berkaitan dengan APBN, baru diberlakukan secara efektif sejak tersedianya APBN/APBN-P untuk pembiayaan penyelenggaraan program dan kegiatan adminduk di Provinsi dan Kab/Kota.

Minggu, 11 Januari 2015

Bantuan Pipa Air

Sebelumnya kami segenap Pemerintah Desa Sukogelap mengucapkan banyak terimakasih kepada Pemerintah Daerah yang telah memberikan bantuan berupa pipa air sepanjang 10km. Guna membuat aliran dari Desa Pakisarum Kecamatan Bruno menuju Desa Sukogelap Kecamatan Kemiri.

Dengan bantuan tersebut semoga kelak warga Desa Sukogelap sudah tidak kesulitan untuk mendapatkan air mandi dan mencuci pakaian.

Saya berharap pemasangan tidak mendapatkan kendala yang begitu berarti sehingga Desa Sukogelap cepat mendapat air bersih "ujar Kaur Pemerintahan Desa Sukogelap itu". Beliau juga mengatakan "Air bersih merupakan masalah besar untuk desa kami, kami sangat berterima kasih kepada Pemerintah yang masih mau memperhatikan nasib orang-orang yang berada di daerah plosok".

Pemasangan pipa air kini sudah hampir selesai, karena pemasangan dilakukan dengan cara bergotong-royong. semula Pemerintah daerah menganjurkan untuk membayar beberapa orang pekerja, tapi menurut rapat dan keputusan bersama, seluruh warga wajib hadir dan membatu dalam proses pemasangan pipa air tersebut. Hal tersebut di karenakan Desa Sukogelap sudah kesulitan mendapatkan air bersih.